Rabu, 30 November 2016

PENGUATAN SDM UNTUK MEMBANGUN KALIMANTAN MENJADI KAWASAN ADIDAYA YANG MAJU DAN BERDIKARI



Secara teoritis, Kalimantan adalah pulau yang memiliki segalanya, kekayaan alam yang melimpah ruah, keragaman etnis & budaya, wilayah yang luas (pulau terbesar ketiga di dunia), serta jumlah penduduk yang banyak. Oleh karena itu Kalimantan memiliki peluang besar untuk menjadi kawasan industry/adidaya yang maju dan terbesar se Asean.
Namun, faktanya potensi besar yang ada di Kalimantan belum dapat diolah dan dimanfaatkan secara optimal agar dampak positifnya dapat dirasakan secara nyata dan berkelanjutan oleh masayarakat Kalimantan, Indonesia, bahkan dunia. Hal ini disebabkan karena sumber daya manusia yang ada di Kalimantan belum mampu mengolah ‘tanah air’ nya dengan baik. Buktinya adalah masih terjadinya kekacauan sistem ketatanegaraan & pemerintahan (Dilansir dari Tribun News KalTim, pada tahun 2014 di Samarinda terdapat kasus korupsi dana KONI yang merugikan Negara hingga 7 Milyar), minimnya rasa nasionalis (Banyaknya anak muda yang lebih menyukai budaya Amerika, K-pop, dan budaya asing lain), degradasi moral (Dilansir dari ANTARA KalBar, Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kalimantan Barat mencatat sejak bulan Januari hingga Mei 2014 tercatat 30 kasus kekerasan terhadap anak dan 80 persen di antaranya merupakan kekerasan seksual), dan banyaknya perusahaan & tenaga kerja asing yang dianggap lebih kompeten dan kredibel untuk mengelola kekayaan alam yang ada di Kalimantan (PT.British Petroleum, PT. Baker Hughes, PT. Thiess Contractors dll). Semua permasalahan di atas terjadi karena satu hal yaitu pendidikan, dan juga semua permasalahan itu dapat di ‘bunuh’ dengan satu ‘senjata’ yaitu pendidikan.
Pendidikan sendiri merupakan hal yang fundamen bagi bagi bangsa Indonesia, seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, tujuan Negara Indonesia salah satunya adalah ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’, pendidikan juga tercantum dalam pasal 31 UUD RI 1945. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dilaksanakannya sistem pendidikan nasional yang bermutu. Pendidikan merupakan penyebab sekaligus solusi dari berbagai macam permasalahan yang ada. Jika sistem pendidikan dan pengaplikasiannya baik maka pendidikan akan menjadi senjata utama bagi seseorang untuk mengubah dunia ke arah yang lebih baik. Tetapi jika sistem pendidikan dan pengaplikasiannya salah/tidak sesuai, maka pendidikan tersebut akan menjadi bom bunuh diri bagi individu dan masyarakat di sekitarnya. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas individu melalui bimbingan dan pengajaran agar berkembang menjadi pribadi yang kreatif, berpikir kritis, dan berjiwa humanis. Konsep pendidikan tersebut tentunya harus di praktikkan secara nyata, bukan sekadar wacana semata. Bukan hanya menjadikan masyarakat Kalimantan sebagai makhluk ‘knowing’, melainkan juga menjadikan mereka sebagai makhluk ‘being’.
Pendidikan untuk para peserta didik merupakan potensi yang harus dikembangkan jika kita ingin menjadi daerah yang mampu bersaing dalam kompetisi dunia di era globalisasi dan MEA. SDM unggul dapat diciptakan melalui insan-insan yang kreatif dan inovatif. Orang yang kreatif adalah mereka yang mampu menciptakan sesuatu yang sama sekali baru secara monumental. Kemampuan inilah yang dibutuhkan Kalimantan di abad ke-21 ini. Karena dengan kreativitas kita dapat menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda untuk mengembangkan Kalimantan menjadi kawasan adidaya yang maju dan berdikari.
Mengkaji masalah dalam dunia pendidikan di Indonesia secara keseluruhan, tampaknya perhatian pemerintah dan masyarakat kita belum terasa secara maksimal. Hal ini tercermin dari banyaknya masalah pendidikan yang terjadi dan belum ditemukan solusinya. bangsa ini belum memandang arti pendidikan sebagai peningkatan kualitas bangsa.
Sepertinya, bangsa ini belum bisa memandang pendidikan sebagai investasi menguntungkan untuk kemajuan bangsa ini di masa yang akan datang.
Kondisi seperti ini tentu tidak bisa dibiarkan begitu saja tanpa ada tindakan tegas, harus ada upaya nyata yang sistematis untuk membangun dan memperbaiki sektor pendidikan agar dapat memberi peluang yang cukup luas bagi anak-anak bangsa khususnya Kalimantan dalam meningkatkan kualitas dirinya, baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat dalam lingkungannya dan juga sebagai anak bangsa, agar mampu berperan aktif dalam proses pembangunan di Kalimantan dan ikut berpartisipasi dalam menyejahterakan kehidupan masyarakat Indonesia khususnya Kalimantan.
Jika diperhatikan dari model pendidikan yang diterapkan sekarang, terdapat banyak kelemahan, karena metode pedidikan yang disampaikan dikonsentrasikan pada pendekatan kognitif atau terpusat pada otak kiri saja, yaitu mengharuskan peserta didik untuk menghapal dan mengetahui konsep dari suatu pembelajaran tanpa menyentuh perasaan dan nuraninya. Selain itu, jarang sekali dilakukan praktek langsung dan penerapan nilai-nilai kebaikan dan budi pekerti dalam proses pembelajarannya di sekolah, sehingga hal ini juga akan terbawa dalam kehidupannya sehari-hari. Ini merupakan kesalahan metodologis yang fundamen dalam pengajaran moral bagi manusia.

We have to learn to be a ‘self-driver’, not only became ‘self-passenger’. (Ardhika Setyo,2015)

Dari sini dapat kita pahami bahwa kurikulum pendidikan telah diselewingkan tujuannya yaitu hanya untuk mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang besar . Sedangkan tujuan pendidikan sebenarnya yaitu untuk membentuk manusia utuh yang bermoral akan sulit tercapai dikarenakan prinsip ekonomi memang tidak mengenal nilai spiritual, moral, dan kebersamaan.
Dengan sistem pendidikan seperti sekarang ini, kita jarang menemukan standar keberhasilan pendidikan yang dapat dilihat dari kualitas dan kuantitas alumni, berapa alumni yang telah memberikan kesadaran kepada masyarakat akan arti pentingnya pendidikan dan kebersamaan? Dan berapa alumni yang telah melaksanakan tujuan pendidikan yang sebenarnya? Yaitu menjadi manusia utuh yang bermoral, maksudnya adalah manusia yang mampu secara material dan spiritual, sehat secara jasmani dan rohani, kuat secara fisik dan mental, serta terpuji secara intelektual dan moral. Jangan sampai seorang anak nanti saat lulus dari dunia perkuliahan hanya bekerja demi urusan perut semata dan dengan mudahnya mengesampingkan nilai-nilai moral dan juga ilmu yang di dapatnya selama ini tidak diabdikan kepada masyarakat dan tidak dipergunakan untuk membangun tanah kelahirannya.
Setelah melihat fakta yang terjadi di lapangan, maka asumsi saya untuk menyelesaikan beberapa masalah dalam dunia pendidikan kita khususnya di Kalimantan adalah:
Pertama, menyamaratakan sektor pendidikan dengan sektor lainnya bahkan sedikit lebih mengutamakan sektor pendidikan ini dengan cara memanfaatkan dana pendidikan sebesar 20% dari APBN dan APBD dengan sebaik-baiknya tanpa adanya ‘tangan kotor’ yang ingin mengorbankan masa depan bangsanya hanya untuk keegoisannya sendiri.
Kedua, prinsip pendidikan yang berorientasi kepada peserta didik (Pendidikan yang membebaskan bukan pendidikan yang membelenggu). Karena konsep pendidikan sekarang lebih menjadikan peserta didik sebagai objek pendidikan, seharusnya peserta didik merupakan pemeran utama (subjek) dalam proses bimbingan dan pengajaran.
Ketiga, prinsip perencanaan pendidikan yang fleksibel terhadap perubahan, kita hidup di jaman globalisasi sehingga batas-batas teritori wilayah telah melebur yang menyebabkan banyak hal masuk dan tidak sedikit yang mengakibatkan perubahan. Pendidikan tidak boleh resistan terhadap perubahan, tetapi ia yang harus mampu mengendalikan arah perubahan itu.
Keempat, prinsip pendidikan ‘multi’, sistem pendidikan kita harus memahami bahwa masyarakat yang dilayaninya bersifat plural, setiap anak memiliki cara belajar dan cara berfikir yang berbeda satu sama lain.
Kelima, pendidikan dengan prinsip global, pendidikan harus mampu berperan dalam menyiapkan peserta didik untuk persaingan dalam dunia global tanpa menghilangkan identitas bangsa dan tidak mengesampingkan kearifan lokal.
Keenam, pendidikan yang konseptual bukan pendidikan yang tekstual. Pendidikan kita selama ini didomiasi oleh guru yang banyak bicara, sementara bahan ajar yang digunakan sangat tekstual. Sedangkan kenyataan hidup yang harus mereka hadapi tidak sesederhana apa yang selama ini mereka pelajari, oleh karena itu kita harus menanamkan konsep-konsep kehidupan dalam mindset mereka.
Dan yang terakhir adalah menekankan pada pendidikan moral, dengan tujuan membentuk generasi muda yang memungkinkan untuk membuat keputusan yang bertanggungjawab atas permasalahan hidup yang akan dihadapinya kelak. Yang tidak kalah penting, pendidikan ini juga menghendaki adanya penghayatan bahwa ilmu yang dipelajarinya akan diamalkan tanpa pamrih.
Kita bisa belajar dari Negara Jepang, Negara dengan minimnya sumber daya alam yang ada tetapi bisa menjadi Negara adidaya dengan sumber daya manusianya yang berkualitas dan beretos kerja tinggi. Di sekolah dasar, anak-anak diajarkan sistem nilai moral melalui empat aspek, yaitu Menghargai Diri Sendiri (Regarding Self), Menghargai Orang Lain (Relation to Others), Menghargai Lingkungan dan Keindahan (Relation to Nature & the Sublime), serta menghargai kelompok dan komunitas (Relation to Group & Society). Keempatnya diajarkan dan ditanamkan pada setiap anak sehingga membentuk perilaku mereka. Pendidikan di SD Jepang selalu menanamkan pada anak-anak bahwa hidup tidak bisa semaunya sendiri, terutama dalam bermasyarakat. Mereka perlu memerhatikan orang lain, lingkungan, dan kelompok sosial. Tak heran kalau kita melihat dalam realitanya, masyarakat di Jepang saling menghargai. Di kendaraan umum, jalan raya, maupun bermasyarakat, mereka saling memperhatikan kepentingan orang lain. Rupanya hal ini telah ditanamkan sejak mereka berada di tingkat pendidikan dasar. Berbeda dengan pendidikan sekolah dasar yang kita hadapi sekarang, anak-anak sudah dipusingkan dengan tuntutan untuk menguasai calistung, tugas, dan remedi. Sehingga sejak kecil stigma mereka adalah pendidikan itu hanya sekedar persoalan kognitif, padahal kenyataannya pendidikan sesungguhnya tidak kita dapat di sekolah, melainkan dari asam garam kehidupan.
Idealnya memang sebuah proses pendidikan mampu menjadikan peserta didiknya menjadi manusia yang benar-benar manusia, yang mengerti akan potensinya, hakekat terdalam dirinya, peka terhadap kondisi lingkungannya, kenal akan Tuhan-nya dan dapat memandang manusia lain seperti dia memandang dirinya sendiri.
Dalam konteks otonomi daerah, yang tidak hanya menyangkut penataan kembali hubungan pusat dan daerah, baik dalam bidang politik maupun bidang ekonomi, melainkan juga dalam bidang pendidikan. Seperti yang tertulis dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999, pasal 7 ayat 1, yang menegaskan tentang kewenangan pemerintah pusat dan daerah. Seluruh bidang kecuali politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan moneter dan fiskal, dan agama diserahkan kepada daerah. Dengan kerangka pikir di atas dan dalam konteks otonomi daerah, di mana daerah diberikan kewenangan mengatur sendiri pendidikannya sesuai dengan kondisi serta kebutuhan daerah dan masyarakat sekitarnya.
Maka, Kalimantan memiliki hak untuk mengatur sendiri sektor pendidikannya dengan tujuan untuk membentuk peserta didik yang memiliki integritas, kapabilitas, kredibel, dan qualified untuk bersaing dalam arus globalisasi ditambah dengan fenomena MEA yang terjadi sekarang. Anak-anak Kalimantan harus bisa mengolah tanah kelahirannya secara optimal karena Kalimantan telah memiliki segalanya, tinggal bagaimana cara kita untuk meningkatkan kualitas SDM agar dapat mengolah kekayaan Kalimantan secara sinergis untuk menjadikan Kalimantan sebagai suatu kawasan adidaya yang maju dan berdikari. Mari bawa perubahan dengan hati, bentuk kekuatan dengan sinergi, dan tunjukkan dengan bukti!.
Hanya satu tanah yang dapat disebut Tanah airku, Ia berkembang dengan usaha, dan usaha itu ialah usahaku (Bung Hatta, 1928)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar