Secara teoritis, Kalimantan adalah pulau yang memiliki
segalanya, kekayaan alam yang melimpah ruah, keragaman etnis & budaya,
wilayah yang luas (pulau terbesar ketiga di dunia), serta jumlah penduduk yang
banyak. Oleh karena itu Kalimantan memiliki peluang besar untuk menjadi kawasan
industry/adidaya yang maju dan terbesar se Asean.
Namun, faktanya potensi besar yang ada di Kalimantan
belum dapat diolah dan dimanfaatkan secara optimal agar dampak positifnya dapat
dirasakan secara nyata dan berkelanjutan oleh masayarakat Kalimantan,
Indonesia, bahkan dunia. Hal ini disebabkan karena sumber daya manusia yang ada
di Kalimantan belum mampu mengolah ‘tanah air’ nya dengan baik. Buktinya adalah
masih terjadinya kekacauan sistem ketatanegaraan & pemerintahan (Dilansir
dari Tribun News KalTim, pada tahun 2014 di Samarinda terdapat kasus korupsi
dana KONI yang merugikan Negara hingga 7 Milyar), minimnya rasa nasionalis
(Banyaknya anak muda yang lebih menyukai budaya Amerika, K-pop, dan budaya
asing lain), degradasi moral (Dilansir dari ANTARA KalBar, Komisi Perlindungan
Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kalimantan Barat mencatat sejak bulan Januari
hingga Mei 2014 tercatat 30 kasus kekerasan terhadap anak dan 80 persen di
antaranya merupakan kekerasan seksual), dan banyaknya perusahaan & tenaga
kerja asing yang dianggap lebih kompeten dan kredibel untuk mengelola kekayaan
alam yang ada di Kalimantan (PT.British Petroleum, PT. Baker Hughes, PT. Thiess
Contractors dll). Semua permasalahan di atas terjadi karena satu hal yaitu
pendidikan, dan juga semua permasalahan itu dapat di ‘bunuh’ dengan satu
‘senjata’ yaitu pendidikan.